Cerita Interaktif: Menghadapi MāraTujuan: Anak belajar bahwa kebajikan dan keteguhan hati bisa mengalahkan segala godaan dan ketakutan.
---
PembukaanGuru (suara lembut):
“Anak-anak, hari ini kita akan mendengar kisah Petapa Gotama yang duduk di bawah pohon besar di Hutan Gayā. Ia bertekad kuat:
> ‘Walau hanya kulit, urat, dan tulang yang tersisa, aku tak akan bangkit sebelum menjadi Buddha!’
Tapi... ada makhluk jahat yang tidak suka dengan tekad ini. Namanya siapa?”
Anak-anak:
“Māraaaa!
”
”Guru:
“Betul! Māra berteriak dari kediamannya—dengan marah sekali!”
Guru (bersuara keras):
> “Tak akan kubiarkan Siddhattha menjadi Buddha!”
---
Māra Datang!Guru:
“Māra naik Gajah besar bernama Girimekhala! 

Ia datang dengan sepuluh pasukan yang menakutkan!
Ayo anak-anak, bagaimana suara pasukan Māra datang?”
Anak-anak:
“Dummm! Dummm! Dummm! Wuuuussshhh!!”
Guru:
“Seluruh hewan di hutan lari ketakutan. Tapi Petapa Gotama tetap duduk diam, bersila, dan tenang.”
---
Serangan Angin TopanGuru:
“Māra marah besar! Ia berteriak:
> ‘Aku akan menyingkirkan Gotama dengan angin topan!’
Ayo, kita buat suara angin topan bersama-sama!
Siap? 1… 2… 3…”
Anak-anak:
“Wuuuuuuuuussssssssss!!! 

”


”Guru:
“Namun, angin itu tak mampu menggoyahkan Petapa Gotama sedikit pun. Bahkan jubahnya tidak bergerak!”
Guru dan anak-anak bersama:
> “Beliau tidak takut!” 

---
Serangan Hujan Deras dan Api 
Guru:
“Setelah gagal, Māra berkata:
> ‘Akan kubuat dia tenggelam!’
Hujan deras pun turun! Ayo, tepuk paha kalian seperti suara hujan!”
Anak-anak:
“Tik tik tik tik tik!” 

Guru:
“Tapi air hujan itu tidak bisa membasahi jubah Petapa Gotama.
Lalu Māra menyerang dengan hujan batu menyala-nyala!”
Guru menepuk lantai/paha:
“Bumm! Bumm! Bumm!”
Guru:
“Tapi semua batu itu berubah menjadi bunga surgawi 
yang jatuh di kaki Petapa Gotama.”

yang jatuh di kaki Petapa Gotama.”---
Serangan Pasir, Abu, dan LumpurGuru:
“Māra lalu menebarkan abu panas!”
Anak-anak:
“Ssssss!!!
”
”Guru:
“Tapi abu panas itu berubah menjadi serbuk kayu cendana yang wangi~ 

Lalu datang pasir panas dan lumpur membara…”
Anak-anak:
“Ssshhhhh… blub blub blub!”
Guru:
“Tapi semuanya berubah menjadi minyak wangi dari surga.”
---
Kegelapan MenyelimutiGuru:
“Māra tak menyerah! Ia membuat kegelapan empat kali lebih pekat dari malam biasa!”
Guru mematikan lampu / berkata:
“Gelap sekaliii… anak-anak, pura-pura tutup mata dan pegang bahu temanmu, ya!”
Guru:
“Tapi tiba-tiba dari tubuh Petapa Gotama muncul cahaya seperti mentari! 

Gelap pun hilang!”
Anak-anak (bersorak):
“Terang!
Terang!
”
Terang!
”---
Pertarungan TerakhirGuru:
“Māra marah sekali. Ia mengangkat cakram maut dan berteriak…”
> “Siddhattha! Menyingkirlah! Tempat itu milikku!”
Guru (suara Gotama):
> “Māra, engkau belum memenuhi Sepuluh Sifat Sempurna. Tempat ini bukan milikmu, tapi milikku!”
Guru bertanya:
“Siapa tahu apa Sepuluh Sifat Sempurna itu?”
(anak-anak boleh sebut beberapa: sabar, jujur, tekun, cinta kasih, dsb.)
Guru:
“Māra melempar cakramnya… tapi cakram itu berubah menjadi bunga payung indah di atas kepala Petapa Gotama! 
”

”---
“Bumi Menjadi Saksiku”Guru:
“Māra bertanya, ‘Siapa saksimu, Gotama?’
Petapa Gotama dengan tenang menyentuh bumi dan berkata…”
Guru dan anak-anak bersama-sama:
> “Bumi adalah saksiku!”
Guru mengetuk lantai kuat-kuat:
“BUMMMM!!! 
”

”Guru:
“Bumi bergetar! Gajah Māra berlutut! Māra dan pasukannya lari ketakutan! Mereka meninggalkan senjata, mahkota, dan jubah!”
Anak-anak:
“Yeaay! Petapa Gotama menang!” 

Guru:
“Petapa Gotama tetap duduk dalam ketenangan, dan malam itu… Ia mencapai Pencerahan dan menjadi Buddha.
”
”---
Penutup dan RefleksiGuru:
“Anak-anak, siapa Māra yang sebenarnya?”
Anak-anak:
“Rasa takut! Rasa malas! Marah! Iri hati!”
Guru:
“Benar! Jadi kalau kalian takut atau malas, kalian sedang menghadapi Māra di dalam diri.
Apa yang harus kita lakukan?”
Anak-anak:
“Tenang dan sadar seperti Buddha!” 

Guru menutup dengan:
> “Aku berani.
Aku tenang.
Aku bisa mengalahkan Māra di hatiku.”





Komentar