Langsung ke konten utama

Menjadi Pertapa


 

🪷 Naskah Dhamma Sekolah Minggu

Tema: Pangeran Siddhattha Menjadi Pertapa
Durasi: ±45 menit
Usia: Anak SD


1. Pembukaan (5 menit)

  • Guru berdiri dengan senyum, menyapa anak-anak:
    "Selamat pagi adik-adik! Apa kabar hari ini? 😊"

  • Ajak anak-anak duduk tenang, lalu membaca doa singkat/namaskara.

  • Guru: "Hari ini kita akan mendengarkan cerita tentang seorang pangeran yang punya segalanya, tapi justru memilih meninggalkan istana. Kira-kira kenapa ya?"


2. Cerita Utama (20 menit)

A. Pangeran Siddhattha di Istana

  • Seorang pangeran bernama Siddhattha hidup di istana yang sangat indah.

  • Ada makanan enak, pakaian bagus, musik, dan permainan.

  • Tapi… ia sering merenung: “Apakah hidup hanya untuk bersenang-senang?”

B. Empat Perjalanan Keluar Istana

  1. Melihat orang tua renta 👴🏻
    → Ia sadar semua orang akan menua.

  2. Melihat orang sakit 🤒
    → Ia sadar tubuh bisa lemah dan sakit.

  3. Melihat orang meninggal ⚰️
    → Ia sadar semua makhluk pasti mati.

  4. Melihat seorang pertapa 🙏
    → Ia melihat wajah pertapa yang damai, meskipun hidup sederhana.

👉 Guru bertanya ke anak-anak:

  • "Pernah lihat kakek-nenek yang sudah lemah?"

  • "Kalau sakit gigi atau flu, rasanya bagaimana?"

  • "Pernahkah kalian melihat orang meninggal?"

  • "Kenapa ya pertapa bisa terlihat tenang walaupun tidak punya harta?"

C. Tekad Sang Pangeran

  • Malam hari, Siddhattha melihat istri dan anaknya tidur.

  • Dengan hati penuh kasih, ia berjanji: “Aku akan mencari jalan agar semua orang bebas dari penderitaan.”

  • Ia lalu meninggalkan istana dengan kuda dan pengawalnya, menanggalkan pakaian mewah, dan memakai jubah sederhana.

D. Menjadi Pertapa

  • Sejak itu, ia menjadi pertapa yang mencari kebenaran.

  • Inilah awal perjalanan panjangnya menuju pencerahan.


3. Aktivitas / Ice Breaking (10 menit)

Pilihan A – Roleplay Sederhana

  • Bagi anak-anak jadi 5 kelompok:

    • Kelompok 1: jadi orang tua renta

    • Kelompok 2: jadi orang sakit

    • Kelompok 3: jadi orang meninggal (berbaring diam)

    • Kelompok 4: jadi pertapa duduk tenang

    • Kelompok 5: jadi Pangeran Siddhattha yang melihat semuanya

👉 Setelah bermain, guru bertanya: "Apa yang dipikirkan Siddhattha ketika melihat semua itu?"

Pilihan B – Gambar Ekspresi

  • Guru menyiapkan kertas & pensil warna.

  • Minta anak-anak menggambar wajah orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan pertapa.

  • Diskusi singkat: "Mana yang terlihat paling damai?"


4. Pesan Moral untuk Anak-anak (7 menit)

  • Hidup ini tidak selalu senang, ada sakit, tua, dan kematian.

  • Tapi kita bisa memilih untuk hidup baik dan bijaksana.

  • Pangeran Siddhattha memberi teladan:

    • Jangan hanya cari kesenangan, tapi juga kebijaksanaan.

    • Belajar berbuat baik (Sīla), duduk tenang (Samādhi), dan mendengarkan Dhamma (Paññā).

  • Anak-anak juga bisa mulai belajar jadi seperti pertapa kecil:

    • Tidak mudah marah,

    • Suka menolong,

    • Belajar duduk tenang sebentar.


5. Penutup (3 menit)

  • Guru menyimpulkan:
    "Pangeran Siddhattha berani meninggalkan istana, karena ingin mencari jalan untuk menolong semua makhluk keluar dari penderitaan. Kita pun bisa meneladaninya dengan hidup sederhana, berbuat baik, dan belajar Dhamma."

  • Ajak anak-anak menutup dengan doa/namaskara.


⏱️ Total waktu:

  • Pembukaan 5 menit

  • Cerita 20 menit

  • Aktivitas 10 menit

  • Pesan moral 7 menit

  • Penutup 3 menit
    = 45 menit pas


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGHADAPI MARA

    🪷 KEGIATAN SMB 45 MENIT Tema: Petapa Gotama Menghadapi Māra (Kisah dari Nidānakathā Jātaka dan Sutta Nipāta 3.2) Kelas: 5–6 SD Durasi: ±45 menit 🌸 1. PEMBUKA (3 menit) Guru memberi salam Buddhis. Anak-anak duduk tenang dan bernamaskara. Guru mengajak menyanyi “Namo Tassa…” atau tepuk semangat singkat. --- 🌳 2. STUDI CERITA (±12 menit) Cerita Dhamma: Keteguhan di Bawah Pohon Bodhi Di Hutan Gayā, Petapa Gotama menemukan pohon asattha (beringin) dan duduk bersila menghadap timur. Beliau bertekad: > “Walau hanya kulit, urat, daging, dan tulang-Ku yang tertinggal, Aku tak akan bangkit sebelum menjadi Buddha!” Māra — raja kegelapan — mendengar tekad itu dan berteriak: > “Tak akan kubiarkan Siddhattha menjadi Buddha!” Dengan menunggang gajah besar Girimekhala, Māra datang bersama pasukan jahatnya. Petapa Gotama tetap duduk tenang, penuh ketenangan batin. Māra menyerang dengan angin topan, badai, hujan batu, api, abu panas, dan lumpur, tetapi semua berubah menjadi bunga-b...

Vaṇṇupatha-Jātaka

🏜️ VAṆṆUPATHA–JĀTAKA (Kisah Perjalanan di Gurun Pasir) Ketekunan dan Keyakinan Membawa Keselamatan 📜 Latar Cerita: Brahmadatta adalah raja di Benares. Bodhisatta terlahir sebagai seorang saudagar bijaksana yang memimpin lima ratus gerobak dagang menyeberangi padang pasir sejauh enam puluh yojana. Gurun itu sangat panas — pasirnya seperti bara, sehingga mereka hanya dapat berjalan di malam hari dan beristirahat di siang hari. 🌵 Kisahnya: Suatu malam, pemandu mereka tertidur di atas gerobak dan sapi-sapi tanpa sadar berbalik arah, sehingga rombongan kembali ke tempat semula. Pagi tiba — air dan kayu bakar sudah dibuang, tidak ada lagi bekal. Semua orang putus asa dan berbaring di bawah gerobak, menunggu mati. Namun Bodhisatta berkata dalam hati: “Jika aku menyerah sekarang, semuanya akan binasa.” Ia berjalan di bawah panas matahari dan menemukan rumput kusa tumbuh di pasir. “Rumput ini tidak mungkin hidup tanpa air di bawahnya,” pikirnya. Ia memerintahkan pengikutnya menggali. Setelah...
Tema: Berani Beda, Berani Benar Peserta: Remaja SMP/SMA 1. Pembukaan (3 menit) Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x). Selamat pagi/siang sahabat Dhamma. Hari ini kita akan membahas satu hal yang sangat penting dalam hidup remaja: bagaimana kita berani berbeda ketika lingkungan menekan kita untuk ikut arus, dan berani benar meskipun harus sendirian. 👉 Pertanyaan pembuka: “Siapa di sini pernah merasa tertekan ikut-ikutan teman padahal hati kecil berkata itu salah?” 2. Mengapa Tema Ini Penting (5 menit) Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Tekanan dari teman sebaya (peer pressure) bisa sangat kuat. Media sosial menambah tekanan: ikut tren, ikut challenge, takut dianggap “nggak gaul”. Pertanyaan reflektif: “Apakah lebih penting terlihat keren di mata orang lain, atau tenang di hati sendiri?” 3. Landasan Dhamma (10 menit) Dhammapada 061 “Lebih baik berjalan sendiri di jalan yang benar, daripada berjalan bersama orang bodoh di jalan yang salah...